Kamis, 16 Maret 2017

Analisis Kebijakan Walikota Yogyakarta Terkait Kawasan Tanpa Rokok : Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015

Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. WHO mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Berdasarkan Undang- Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu indikator PHBS adalah tidak merokok.
Perilaku merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan namun dapat dicegah. Hal ini disebabkan konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berdampak serius terhadap kesehatan. Contohnya saja dampak yang diakibatkan adalah kanker paru-paru.
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin, tar dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan. Mengenai hal tersebut, zat adiktif diamankan dan tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 113-116 mengenai Pengamanan Zat Adiktif.
Bahaya ancaman asap rokok bagi kesehatan mulai menjadi fokus yang penting bagi pemerintah di beberapa daerah. Hal ini terlihat dari adanya peraturan daerah di beberapa kota di Indonesia yang menerapkan masalah kawasan tanpa rokok. Begitu juga yang dilakukan oleh Walikota Yogyakarta yang menetapkan Kawasan Tanpa Rokok.
Meskipun Perwal tersebut telah disosialisasikan dan dirumuskan melalui berbagai konsep namun pada kenyataannya hingga sekarang Perwal tersebut diberlakukan, seperti kurang terlihat efektifitasnya. Indikasi yang dapat mengatakan bahwa kebijakan publik yang dirumuskan pemerintah melalui Perwal Kawasan Tanpa Rokok belum terlihat efektifitasnya dari masih banyaknya orang merokok di kawasan atau area manapun, terutama di area yang sudah terdapat tanda larangan merokok. Sehingga dengan melihat fakta diatas perlu dianalisis lebih lanjut mengenai kebijakan Peraturan Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Yogyakarta.
Sebelum menganalisis bagaimana Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 telah berjalan aktif dan efektif, maka pertama perlu disinggung sedikit mengenai arti dan makna dari kebijakan publik.
Mengutip beberapa pendapat para ahli, seperti Thomas R. Dye, menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Sementara itu, Carl Friendrich mendefinisikan kebijakan suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Walikota Yogyakarta  telah merumuskan Peraturan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Seperti yang dikutip dalam antaranews peraturan ini  berlaku efektif mulai 1 April 2016 di area Kota Yogyakarta.
Jika ditinjau dalam proses pembuatannya kebijakan ini dibuat secara Top Down dari Walikota ke masyarakat luas. Peraturan ini sangat dilatarbelakangi oleh beberapa masalah yang kerap kali timbul akibat adanya orang yang merokok secara sembarangan atau bebas. Pemerintah Kota Yogyakarta melihat bahwa orang-orang yang tidak merokok atau dapat diistilahkan sebagai perokok pasif sering mendapatkan dampak dari orang yang merokok atau perokok aktif. Tentu saja, perokok pasif mendapatkan kerugian disini, terutama terkait masalah kesehatan maupun terganggunya lingkungan publik.
Dalam Peraturan No 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah menimbang hal hal berikut:
o   Rokok dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
o   Bahwa sesuai ketentuan Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mewajibkan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok sehingga perlu diatur dengan Peraturan Gubernur
o   Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2001 dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang pedomen Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
o  Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok

Kebijakan KTR (Kawasan Tanpa Rokok) yang dibuat oleh Walikota Yogyakarta memiliki tujuan yang baik yakni  :
o   Memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif
o   Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih, sehat serta bebas dari asap rokok bagi masyarakat
o   Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung
o   Memenuhi rasa aman dan nyaman warga dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.

Didalam peraturan ini sudah dijelaskan dengan detail kawasan mana yang harus bebas dari asap rokok seperti:
ü  Fasilitas pelayanan kesehatan
ü  Tempat proses belajar-mengajar
ü  Tempat anak bermain
ü  Tempat ibadah
ü  Fasilitas olahraga
ü  Angkutan umum
ü  Tempat kerja
ü  Tempat umum

Penerapan dari kebijakan ini tidak lepas dari pengaruh para stakeholder/aktor yang terkait. Dalam suatu kebijakan selalu ada dua kubu yang berseberangan yaitu kubu yang pro yaitu kubu yang mendukung kebijakan tersebut dan kubu kontra yang menentang kebijakan tersebut. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini adalah Walikota Yogyakarta, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Seluruh jajaran Dinas Lingkungan Pemerintahan Kota Yogyakarta beserta jajarannya, LSM yang aktif dalam pengendalian rokok dan tembakau, dan perokok pasif. Sementara itu pihak-pihak yang mentang kebijakan ini/kontra adalah Perokok aktif, industri rokok. Untuk lebih jelas dalam melihat pihak-pihak yang pro/mendukung dan pihak-pihak yang kontra/menentang dapat dilihat pada tabel berikut.
Stakeholder
Keterangan
Kepentingan
Wali Kota Yogyakarta
Pro
Masyarakat harus dilindungi  dari dampak buruk rokok dan asap rokok serta masyarakat harus diberikan lingkungan yang sehat.
Perokok pasif
Pro
Terkena dampak buruk dari asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok
Dinas kesehatan Kota Yogyakarta
Pro
Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak menular
Jajaran Dinas di Lingkungan Kota Yogyakarta
Pro
Asap rokok memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak menular sehingga masyarakat harus dilindungi dari bahaya asap rokok
LSM yang aktif dalam pengendalian rokok dan tembakau
Pro
Rokok dan asap rokok membahayakan kesehatan (Paparan asap rokok menyebabkan kanker paru-paru, penyakit jantung, kelahiran bayi dengan berat badan rendah dan bronkhitis. Kkawasan bebas rokok  meningkatkan kesehatan publik dan membantu perokok berhenti)
Perokok aktif
Kontra
Rokok dibutuhkan untuk tetap produktif, menjaga performa dalam bekerja, berpikir dan melakukan aktifitas sehari-hari.Mereka memiliki pendapat bahwa merokok merupakan hak asasi manusia sehingga mengapa harus dibatasi. Terkadang mereka menganggap bahwa yang terkena dampak kesehatan hanya dirinya sendiri tanpa peduli terhadap kesehatan orang lain.
Industri rokok
Kontra
Industri rokok membayar pajak yang tinggi untuk pemasukan daerah dan memberikan sumbangan untuk anggaran kesehatan daerah.

Jika kita melihat adanya 2 kubu yang pro dan kontra terlihat terdapat 5 stakeholder yang pro terhadap kebijakan Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan terdapat 2 pihak yang kontra terhadap kebijakan ini. Tampak jika dilihat dari angka perbandingannya pihak yang pro lebih menang tetapi perlu diingat bahwa pihak kontra seperti perokok pasif memiliki jumlah yang banyak. Jumlah perokok aktif berjumlah ribuan dan tersebar disemua lingkungan Kota Yogyakarta. Tentu melihat fakta ini pastinya terdapat hambatan dan kendala dalam penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah lebih memperkuat pihak pro sehinga dapat mengurangi pengaruh kuat pihak kontra. Terdapat beberapa pihak lain yang dapat menjadi sasaran advokasi untuk memperkuat kubu pendukung yaitu polisi, orang–orang yang memiliki sakit akibat merokok dan mantan perokok. Penjelasan lebih jelas mengenai pihal-pihak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.



Stakeholder
Penekanan Dalam Advokasi
Polisi
Polisi dapat menjadi pihak yang akan menertibkan orang-orang yang melanggar kebijakan ini. Polisi menegakkan aturan sesuai dengan sanki yang sudah ditetapkan dalam  Peraturan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Mantan perokok
Memiliki pengalaman yang dapat dibagikan kepada orang-orang yang masih merokok terkait dengan apa yang dirasakan setelah berhenti merokok dan kiat-kiat berhenti merokok
Orang–orang yang memiliki sakit akibat merokok
Dapat menjadi bukti nyata bahwa rokok benar-benar membahayakan kesehatan manusia.

Peraturan Walikota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa  Rokok merupakan sebuah upaya agar tujuan yang tercantum dapat berjalan dengan baik. Agar implementasi kebijakan dapat berjalan efektif, maka harus memperhatikan 4 hal berikut :
o   Komunikasi
Bagaimana cara pembuat atau stakeholder dari kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok bisa tersampaikan kepada masyarakat Kota Yogyakarta yang merupakan obyek dari kebijakan itu sendiri. Sosialisasi merupakan bagian yang paling penting dalam penyampaian sebuh kebijakan ke masyarakat luas sehingga masyarakat akan memahami dan merespon baik kebijakan tersebut. Dalam komunikasi hendaknya harus jelas sehingga tidak terjadi salah tafsir terhadap perwal tersebut.
o   Sumberdaya
Ketika pemerintah membuat suatu kebijakan publik, pemerintah harus memastikan ketersediaan dari sumber daya yang dimiliki. Dalam mengimplementasikan kebijakan Walikota Yogyakarta terkait Kawasan Tanpa Rokok harus menyediakan staf-staf yang bertindak secara operasional sesuai dengan kebijakan yang dibuat. Kemudian, pemerintah juga harus menyediakan fasilitas. Masalah pada saat ini adalah sumber daya yang belum dipetakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari masih kurangnya pihak-pihak yang berwenang atas nama Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menindak orang-orang yang melakukan pelanggaran di tempat yang dikatakan sebagai Kawasan Tanpa Merokok
o   Respon masyarakat
Masyarakat merupakan pihak yang menerima kebijakan tersebut sehingga perlu penyampaian yang jelas dan baik sehingga masyarakat dapat merespon dan menaati peraturan tersebut dengan baik. Salah satu cara supaya respon masyarakat baik adalah melakukan sosialisai yang melibatkan semua pihak yang terkait. Selama ini sosialisai kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta disadari masih kurang. Sosialisasi belum menjangkau semua tempat yang memang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok.
o   Struktur birokrasi
Dalam konteks ini adalah birokrasi yang dibuat pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Karena birokrasi adalah salah satu organ penting untuk mengakomodasi berbagai sumber daya manusia yang terlibat dalam kebijakan tersebut. Dibutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya pihak yang membuat kebijakan tetapi komitmen semua SKPD beserta jajarannya sehingga kebijakan ini benar benar terlaksana dengan efektif dan optimal.
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui walikota adalah aktor utama dalam kebijakan publik terkait Kawasan Tanpa Rokok. Arti penting dari sebuah kesehatan publik di Kota Yogyakarta, membawa Pemerintah untuk mengupayakan berbagai kebijakan publik yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Yogyakarta, termasuk dari ancaman bahaya asap rokok. Langkah Walikota Yogyakarta untuk merumuskan kebijakan ini merupakan sebuah langkah yang penting. Namun yang terpenting lagi adalah bagiamana Peraturan ini dapat berjalan efektif. Sehingga pemerintah kota hendaknya memahami bahwa kebijakan ini akan berjalan efektif jika 4 hal yakni komunikasi, sumberdaya, respon masyarakat, struktur birokrasi dapat terlaksana dengan baik