Sehat adalah
kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. WHO
mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan kondisi fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial yang merupakan satu kesatuan dan bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Berdasarkan Undang-
Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit,
dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.
Salah satu cara
menjaga kesehatan adalah dengan mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat. Salah satu
indikator PHBS adalah tidak merokok.
Perilaku
merokok merupakan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan namun dapat
dicegah. Hal ini disebabkan konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok
berdampak serius terhadap kesehatan. Contohnya saja dampak yang diakibatkan
adalah kanker paru-paru.
Rokok adalah
salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan
individu dan masyarakat. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk
cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tobacum,
nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin,
tar dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan. Mengenai hal tersebut,
zat adiktif diamankan dan tercantum di dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada bagian ketujuh belas pasal 113-116
mengenai Pengamanan Zat Adiktif.
Bahaya ancaman asap rokok bagi
kesehatan mulai menjadi fokus yang penting bagi pemerintah di beberapa daerah.
Hal ini terlihat dari adanya peraturan daerah di beberapa kota di Indonesia yang menerapkan
masalah kawasan tanpa rokok. Begitu juga yang
dilakukan oleh Walikota Yogyakarta yang menetapkan Kawasan Tanpa Rokok.
Meskipun Perwal
tersebut telah disosialisasikan dan dirumuskan melalui berbagai konsep namun
pada kenyataannya hingga sekarang Perwal tersebut diberlakukan, seperti kurang
terlihat efektifitasnya. Indikasi yang dapat mengatakan bahwa kebijakan publik
yang dirumuskan pemerintah melalui Perwal Kawasan Tanpa Rokok belum terlihat
efektifitasnya dari masih banyaknya orang merokok di kawasan atau area manapun,
terutama di area yang sudah terdapat tanda larangan merokok. Sehingga dengan
melihat fakta diatas perlu dianalisis lebih lanjut mengenai kebijakan Peraturan
Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Yogyakarta.
Sebelum menganalisis bagaimana Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun
2015 telah berjalan aktif dan efektif, maka pertama perlu disinggung sedikit
mengenai arti dan makna dari kebijakan publik.
Mengutip beberapa pendapat para ahli, seperti Thomas R. Dye, menyebutkan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan. Sementara itu, Carl Friendrich mendefinisikan kebijakan
suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya
hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Walikota Yogyakarta telah merumuskan Peraturan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Seperti yang dikutip dalam antaranews peraturan ini berlaku efektif mulai 1 April 2016 di area Kota Yogyakarta.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. Walikota Yogyakarta telah merumuskan Peraturan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Seperti yang dikutip dalam antaranews peraturan ini berlaku efektif mulai 1 April 2016 di area Kota Yogyakarta.
Jika ditinjau dalam proses pembuatannya kebijakan ini dibuat secara Top
Down dari Walikota ke masyarakat luas. Peraturan ini sangat dilatarbelakangi
oleh beberapa masalah yang kerap kali timbul akibat adanya orang yang merokok
secara sembarangan atau bebas. Pemerintah Kota Yogyakarta melihat bahwa
orang-orang yang tidak merokok atau dapat diistilahkan sebagai perokok pasif
sering mendapatkan dampak dari orang yang merokok atau perokok aktif. Tentu
saja, perokok pasif mendapatkan kerugian disini, terutama terkait masalah
kesehatan maupun terganggunya lingkungan publik.
Dalam Peraturan
No 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah menimbang hal hal
berikut:
o
Rokok dapat memberikan dampak
negatif bagi kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungan, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
o
Bahwa sesuai ketentuan Pasal 115
ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mewajibkan
Pemerintah Daerah untuk mewujudkan kawasan tanpa rokok sehingga perlu diatur
dengan Peraturan Gubernur
o
Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2001
dan Nomor 7 Tahun 2011 tentang pedomen Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
o Bahwa kebijakan ini berdasarkan Peraturan
Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok
Kebijakan KTR
(Kawasan Tanpa Rokok) yang dibuat oleh Walikota Yogyakarta memiliki tujuan yang
baik yakni :
o
Memberikan perlindungan dari
bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif
o
Memberikan ruang dan lingkungan
yang bersih, sehat serta bebas dari asap rokok bagi masyarakat
o
Melindungi kesehatan masyarakat
secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung
o
Memenuhi rasa aman dan nyaman
warga dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat.
Didalam peraturan ini sudah dijelaskan dengan detail kawasan mana yang harus bebas dari asap rokok seperti:
ü
Fasilitas pelayanan kesehatan
ü
Tempat proses belajar-mengajar
ü
Tempat anak bermain
ü
Tempat ibadah
ü
Fasilitas olahraga
ü
Angkutan umum
ü
Tempat kerja
ü
Tempat umum
Penerapan dari kebijakan ini tidak lepas dari pengaruh para stakeholder/aktor yang terkait. Dalam suatu kebijakan selalu ada dua kubu yang berseberangan yaitu kubu yang pro yaitu kubu yang mendukung kebijakan tersebut dan kubu kontra yang menentang kebijakan tersebut. Pihak-pihak yang mendukung kebijakan ini adalah Walikota Yogyakarta, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Seluruh jajaran Dinas Lingkungan Pemerintahan Kota Yogyakarta beserta jajarannya, LSM yang aktif dalam pengendalian rokok dan tembakau, dan perokok pasif. Sementara itu pihak-pihak yang mentang kebijakan ini/kontra adalah Perokok aktif, industri rokok. Untuk lebih jelas dalam melihat pihak-pihak yang pro/mendukung dan pihak-pihak yang kontra/menentang dapat dilihat pada tabel berikut.
Stakeholder
|
Keterangan
|
Kepentingan
|
Wali Kota Yogyakarta
|
Pro
|
Masyarakat harus
dilindungi dari dampak buruk rokok dan asap rokok serta masyarakat
harus diberikan lingkungan yang sehat.
|
Perokok pasif
|
Pro
|
Terkena dampak buruk dari asap
rokok yang dikeluarkan oleh perokok
|
Dinas kesehatan Kota Yogyakarta
|
Pro
|
Asap rokok memberikan pengaruh
buruk terhadap kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak menular
|
Jajaran Dinas di Lingkungan
Kota Yogyakarta
|
Pro
|
Asap rokok memberikan pengaruh
buruk terhadap kesehatan dan menjadi pemicu munculnya penyakit tidak menular
sehingga masyarakat harus dilindungi dari bahaya asap rokok
|
LSM yang aktif dalam
pengendalian rokok dan tembakau
|
Pro
|
Rokok dan asap rokok
membahayakan kesehatan (Paparan asap rokok menyebabkan kanker paru-paru,
penyakit jantung, kelahiran bayi dengan berat badan rendah dan bronkhitis.
Kkawasan bebas rokok meningkatkan
kesehatan publik dan membantu perokok berhenti)
|
Perokok aktif
|
Kontra
|
Rokok dibutuhkan untuk tetap
produktif, menjaga performa dalam bekerja, berpikir dan melakukan aktifitas
sehari-hari.Mereka memiliki pendapat bahwa merokok merupakan hak asasi
manusia sehingga mengapa harus dibatasi. Terkadang mereka menganggap bahwa
yang terkena dampak kesehatan hanya dirinya sendiri tanpa peduli terhadap
kesehatan orang lain.
|
Industri rokok
|
Kontra
|
Industri rokok membayar pajak
yang tinggi untuk pemasukan daerah dan memberikan sumbangan untuk anggaran
kesehatan daerah.
|
Jika kita
melihat adanya 2 kubu yang pro dan kontra terlihat terdapat 5 stakeholder yang
pro terhadap kebijakan Peraturan Walikota Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kawasan
Tanpa Rokok dan terdapat 2 pihak yang kontra terhadap kebijakan ini. Tampak
jika dilihat dari angka perbandingannya pihak yang pro lebih menang tetapi
perlu diingat bahwa pihak kontra seperti perokok pasif memiliki jumlah yang
banyak. Jumlah perokok aktif berjumlah ribuan dan tersebar disemua lingkungan
Kota Yogyakarta. Tentu melihat fakta ini pastinya terdapat hambatan dan kendala
dalam penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah lebih memperkuat pihak pro sehinga dapat
mengurangi pengaruh kuat pihak kontra. Terdapat beberapa pihak lain yang dapat
menjadi sasaran advokasi untuk memperkuat kubu pendukung yaitu polisi, orang–orang
yang memiliki sakit akibat merokok dan mantan perokok. Penjelasan lebih jelas
mengenai pihal-pihak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Stakeholder
|
Penekanan Dalam Advokasi
|
Polisi
|
Polisi dapat menjadi pihak yang akan menertibkan orang-orang yang
melanggar kebijakan ini. Polisi menegakkan aturan sesuai dengan sanki yang
sudah ditetapkan dalam Peraturan Nomor
12 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
|
Mantan perokok
|
Memiliki pengalaman yang dapat dibagikan kepada orang-orang yang masih
merokok terkait dengan apa yang dirasakan setelah berhenti merokok dan
kiat-kiat berhenti merokok
|
Orang–orang yang memiliki sakit
akibat merokok
|
Dapat menjadi bukti nyata bahwa
rokok benar-benar membahayakan kesehatan manusia.
|
Peraturan Walikota Yogyakarta tentang Kawasan
Tanpa Rokok merupakan sebuah upaya agar
tujuan yang tercantum dapat berjalan dengan baik. Agar implementasi kebijakan
dapat berjalan efektif, maka harus memperhatikan 4 hal berikut :
o Komunikasi
Bagaimana cara
pembuat atau stakeholder dari kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok bisa
tersampaikan kepada masyarakat Kota Yogyakarta yang merupakan obyek dari
kebijakan itu sendiri. Sosialisasi merupakan bagian yang paling penting dalam
penyampaian sebuh kebijakan ke masyarakat luas sehingga masyarakat akan
memahami dan merespon baik kebijakan tersebut. Dalam komunikasi hendaknya harus
jelas sehingga tidak terjadi salah tafsir terhadap perwal tersebut.
o Sumberdaya
Ketika
pemerintah membuat suatu kebijakan publik, pemerintah harus memastikan
ketersediaan dari sumber daya yang dimiliki. Dalam mengimplementasikan kebijakan
Walikota Yogyakarta terkait Kawasan Tanpa Rokok harus menyediakan staf-staf
yang bertindak secara operasional sesuai dengan kebijakan yang dibuat.
Kemudian, pemerintah juga harus menyediakan fasilitas. Masalah pada saat ini
adalah sumber daya yang belum dipetakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Hal
ini terlihat dari masih kurangnya pihak-pihak yang berwenang atas nama
Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menindak orang-orang yang melakukan
pelanggaran di tempat yang dikatakan sebagai Kawasan Tanpa Merokok
o Respon masyarakat
Masyarakat
merupakan pihak yang menerima kebijakan tersebut sehingga perlu penyampaian
yang jelas dan baik sehingga masyarakat dapat merespon dan menaati peraturan
tersebut dengan baik. Salah satu cara supaya respon masyarakat baik adalah
melakukan sosialisai yang melibatkan semua pihak yang terkait. Selama ini
sosialisai kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta disadari masih kurang.
Sosialisasi belum menjangkau semua tempat yang memang ditetapkan sebagai
kawasan tanpa rokok.
o Struktur birokrasi
Dalam konteks ini adalah
birokrasi yang dibuat pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Karena birokrasi adalah salah satu organ penting untuk mengakomodasi berbagai
sumber daya manusia yang terlibat dalam kebijakan tersebut. Dibutuhkan komitmen
yang kuat tidak hanya pihak yang membuat kebijakan tetapi komitmen semua SKPD
beserta jajarannya sehingga kebijakan ini benar benar terlaksana dengan efektif
dan optimal.
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui walikota adalah
aktor utama dalam kebijakan publik terkait Kawasan Tanpa Rokok. Arti penting
dari sebuah kesehatan publik di Kota Yogyakarta, membawa Pemerintah untuk
mengupayakan berbagai kebijakan publik yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat
Kota Yogyakarta, termasuk dari ancaman bahaya asap rokok. Langkah Walikota Yogyakarta
untuk merumuskan
kebijakan ini merupakan sebuah
langkah yang penting. Namun yang terpenting lagi adalah bagiamana Peraturan ini dapat berjalan efektif. Sehingga pemerintah kota hendaknya memahami
bahwa kebijakan ini akan berjalan efektif jika 4 hal yakni komunikasi,
sumberdaya, respon masyarakat, struktur birokrasi dapat terlaksana dengan baik